Keberadaan Perpustakaan Dalam Pandangan Masyakarat oleh Nelfi Yulianti (PTI Kabupaten Agam) follow akun ig : nelfiveteenth
Indeks pembangunan literasi masyarakat Indonesia, khususnya masayarakat Sumatera Barat termasuk dalam angka yang rendah saat ini. Ini terbukti dengan banyaknya masyarakat Sumatera Barat tidak tertarik untuk membaca, menulis dan menggali hal-hal yang berpotensi yang ada di daerah Sumatera Barat, agar digunakan untuk wadah literasi. Jika dari sudut pandang pendidikan, ekonomi, sosial dan budaya, sudah jelas terdapat dampak dan pengaruhnya terhadap kualitas kehidupan masyarakat. Dari segi pendidikan, pelajar atau mahasiswa mempunyai ruang gerak yang luas, namun tidak banyak yang memanfaatkannya. Dengan berbagai alasan mereka tidak jarang lebih suka nongkrong di jalanan, dari pada ke perpustakaan yang ada di sekolah atau di kampusnya. Mereka di lembaga formal sudah ditentukan berbagai macam mata pelajaran atau mata kuliah, yang mana mereka harus menguasai semuanya sebagai syarat kenaikan atau kelulusan standar lulus dari lembaga tersebut.
Sehingga banyak mahasiswa atau pelajar yang merasa tidak punya waktu untuk datang ke perpustakaan atau hanya sekadar membaca atau menulis di rumahnya. Selain itu juga mungkin belum memiliki buku yang hendak dibacanya karena keterbatasan ekonomi untuk membelinya buku. Ini semua bisa terjadi tidak terlepas dari kekeliruan para orangtua, masyarakat di daerah itu sendiri, dan juga generasi mudanya. Pada saat ini, masih ada pelajar yang sudah menduduki kelas 4 di Sekolah Dasar, masih belum bisa membaca, berhitung dan huruf hijaiyyah. Mereka masih mengeja dalam membaca huruf latin dan huruf Arabnya. Barangkali ini disebabkan karena lingkungan mereka belum tercipta untuk memberdayakan tempat-tempat untuk bergiat dalam literasi. Mereka merasa punya kebebasan untuk bertindak sesuka hatinya dalam menghabiskan waktu mereka. Terlebih lagi anak-anak kota sampai pedesaan sudah sangat dekat dengan gadget, mereka sudah seperti ketergantungan dengan benda kecil itu. Mereka sudah mulai jengkel dan tidak senang untuk belajar.
Meski dibeberapa kabupaten atau kota sudah ada beberapa komunitas literasi atau taman baca sebagai salah satu penggerak budaya literasi. Namun, masih banyak daerah yang belum mengetahuinya. Maka sudah saatnya komunitas literasi yang sudah terbentuk untuk kolaborasi dengan komunitas yang lain agar keberadaannya diketahui juga oleh banyak daerah di luar sana, khususnya daerah yang ada di Sumatera Barat. Bisa dengan mengunjungi desa-desa dalam event tertentu. Sehingga bisa memperkenalkan dan mengajak masyarakat tersebut agar bisa bergabung ataupun memulai juga di daerahnya tersebut. Harapannya kunjungan itu dapat membuat sadar generasi muda generasi muda yang ada di daerah itu agar bisa mendirikan taman baca atau hal yang berhubungan dengan literasi agar bermanfaat untuk masyarakat dan mereka bisa merasakan dampaknya.
Jika berbicara tentang literasi ekonomi, maka life skill sangat dibutuhkan oleh kehidupan masyarakat. Komunitas ataupun suatu bangsa bisa bertahan hidup dan secara berkelanjutan serta mengalami perubahan. Hari ini tidak sedikit orang-orang khusus generasi muda yang sibuk mengikuti ragam organisasi, hingga lupa mengasah skill sendiri. Meski ada yang punya tujuan yang jelas, namun lebih banyak yang ikut-ikutan karna diajak oleh senior tanpa tau harus melakukan apa di dalam dunia organisasi itu, hingga akhirnya ikut-ikutan teserbut hanyalah huru hara yang melenyapkan usia muda mereka tanpa penghasilan. Hendaknya mereka -generasi muda menggeluti literasi ekonomi sebagai langkah terpadu untuk membuka cakrawala berpikir sehingga mampu bersikap dan bertindak dengan tepat.
Generasi muda bisa memberi informasi dan mengajak masyarakatnya agar memberdayakan sesuatu yang bisa menunjang finansial kehidupan di daerahnya. Memanfaatkan barang-barang bekas atau bahan alam yang ada di sekitar untuk sebuah produk. Seperti : olahan bambu menjadi meja, atau alat rumah tangga. Kegiatan ini diantaranya sudah menjadi program di perpustakaan daerah Sumatera Barat, salah satunya kelas merajut yang diadakan secara gratis. Masyarakat Sumatera Barat pada umumnya, tidak tertarik untuk datang ke toko buku ataupun perpustakaan. Karena mindset mereka sudah menganggap bahwa ke Padang itu, hanya ke Plaza Andalas, Matahari, Pantai. Memenuhi keinginan berwisata saja. Sehingga tidak mampir ke perpustakaan bisa jadi juga tidak mengetahuinya. Kebanyakan orang-orang mau bergerak jika sudah mengetahui keuntungannya. Seperti orang-orang yang mau berlarut-larut dalam bekerja karena akan menghasilkan uang dan mereka bisa membeli apa saja dengan uang yang dimilikinya.
Maka seperti itu jugalah orang-orang hendaknya merasakan gigihnya untuk bergelut didunia literasi. Mereka bisa mengubah cara berfikirnya bahwa kebahagiaan itu bukan soal uang saja. Keberadaan perpustakaan yang dianggap sebagai tempat membaca, meminjam dan mengembalikan buku, hendaknya sudah melakukan promosi atau ajakan melalui media massa, seperti tv nasional, radio, dan juga bisa melalui buletin yang disebar ke universitas yang ada di Sumatera Barat. Serta bisa dengan melakukan sosialisasi ke daerah-daerah yang ada di Sumatera Barat khususnya. Bisa dengan membentuk volunteer literasi agar bisa diutus ke berbagai daerah Sumatera Barat. Tidak hanya kabupaten atau kota, tapi juga ke pedesaan untuk mengenalkan ragam dunia literasi kepada masyarakat. Harapannya ini bisa ditindak lanjuti oleh pihak perpusatakaan sebagai tahapan untuk mengajak masyarakat Sumatera Barat bijak dan literat secara berpikir dan bertindak di tengah kekritisan panduan kehidupan
Statistik Pengunjung
308 Visitor Today
672 Visitor Yesterday
312913 All Visitor
1107613 Total Hits
3.144.29.38 Your IP address
Contact Us
Alamat :
Jalan Diponegoro No.4 Padang (Sekretariat dan Perpustakaan Provinsi) dan Jalan Pramuka V No. 2 Khatib Sulaiman Padang (Kearsipan)
Tel : (0751) 7051348
Mail : dapprovsumbar@gmail.com
Business Hours : 7:30 - 15:00