MENJADI GENERASI LITERAT YANG DIRINDUKAN OLEH: MARDHIYAN NOVITA MZ (SAKASURAT, KLUB SAHARA, FPL KOTA PARIAMAN) ig. : mardhiyannovitamz

Pernahkah kita bertanya, mengapa ranah Minangkabau yang dikenal sebagai tanah kelahiran dan perjuangan para ulama, pujangga, dan sastrawan, serta tokoh-tokoh penting yang melegenda tingkat nasional bahkan dunia lantas kini ibarat museum tua yang terseok? Seolah cepat atau lambat, pintu dan jendelanya semakin tertutup debu. Sebab, orang-orang hanya menengok sebentar segala kisah mulia perjuangan para tokoh itu. Ya, hanya diamati sejenak dan ditutup kembali dengan gumaman, “Oh, tokoh itu rupanya orang Minang”, lalu mereka kembali ditinggalkan dalam kenangan tanpa diikuti keinginan kita agar dapat juga menjadi demikian.

Pernahkah kita bertanya, mengapa Hatta dan Hamka mencintai buku sejak kecil dan merawat rasa cinta itu hingga akhir hayat? Lalu, bagaimana pula Chairil Anwar ‘panjang umur’ lewat nama dan karyanya? Taufiq Ismail pun memilih ‘bercinta’ dengan puisi daripada menaklukkan gelar dokter hewan dalam perjalanan pendidikan dan karirnya? Apakah orang-orang tersohor itu hanya para lelaki saja? Tentu tidak.

Minangkabau juga diharumkan oleh para pejuang perempuan yang mencintai buku dan tulisan. Ibarat seorang ibu yang penuh kasih menimang anaknya. Bila anaknya lapar, disuapi. Bila anaknya haus, disusui. Begitulah sayangnya dan kedekatan Rohana Kudus, Rasuna Said, Siti Manggopoh, Rahmah El-Yunusiah pada ranah perjuangan yang tidak lepas dari buku, tulisan, gagasan, pendidikan, dan upaya meningkatkan harkat martabat perempuan. Mereka cerdas dalam berpikir, bertindak, dan meninggalkan jejak sejarah.

Pernahkah kita bertanya, mengapa nama-nama hebat itu terus disebut hingga kini? Apakah hal yang sama akan terjadi apabila seandainya masa muda mereka hanya sibuk dengan permainan kelereng, nongkrong hilir-mudik di kedai kopi tanpa ada diskusi, atau mendekap kepasrahan menjalani hidup seperti air mengalir? Apakah mereka akan tetap sempat menargetkan waktu untuk mengunyah bacaan-bacaan bermutu atau mampu menjadikan nama mereka tercatat dalam sejarah?

Ya, pernahkah kita merindukan sosok-sosok literat dan berjasa seperti mereka pada zaman kini? Pernahkah kita berhenti mencari dan mulai menyicil agar kitalah yang menjadi orang-orang yang berkarakter dan berwawasan luas seperti mereka? Pernahkah kita menunjuk diri sendiri terlebih dahulu sebelum melayangkan tunjuk pada mata atau dada orang lain untuk menagih mana kontribusi pada negeri, minimal untuk kampung halaman sendiri?

Pada hari ini, saat kecanggihan hasil pengetahuan manusia terus berkembang membabi-buta, tidak sedikit dari kita mulai tergila-gila dengan segala yang instan dan kemudahan. Padahal kita sama-sama tahu nelayan yang lebih tangguh bisa terbentuk dari kepayahan-kepayahan menghadang gelombang besar di tengah lautan, bukan nelayan yang melaut hanya saat laut tenang. Bila begitu, kapan anak-bininya bisa makan?

Namun, nyatanya dalam kondisi dikepung zona nyaman itulah generasi muda kini tidak sedikit yang dibuai kecanggihan teknologi. Terlalu nyamannya, kita tega cuek-cuek saja mendapati kabar bahwa Tingkat Gemar Membaca (TGM) dan hasil penilaian Indeks Pembangunan Literasi Masyarakat (IPLM) Sumatera Barat masih sangat rendah. Padahal tidak ada dari seorang pun tokoh hebat di Minangkabau yang mewarisi sifat malas membaca buku. Semua orang hebat itu pembaca buku yang tekun, bahkan gila membaca. Kegilaan itu juga yang menggerakkan jari mereka untuk menulis buku sebagai kenang-kenangan yang bisa dibaca anak, cucu, dan cicit mereka.

Sudahlah, waktu untuk membaca buku akan semakin sempit dan buku akan terasa semakin mahal untuk dibeli apabila kita tidak ada ambisi mengambil peran dan kontribusi untuk mengubah kenyataan pahit itu. Ya, adakah yang lebih pahit dibanding cinta yang bertepuk sebelah tangan? Para tokoh hebat Minangkabau masa lampau telah mencintai kita sebagai generasi yang tidak mereka jumpai. Sayangnya, rasa cinta kitalah yang belum berkobar dan menyala untuk menghargai segala perjuangan mereka.

Ah, kalau memang golongan elit maupun golongan akar rumput ingin membantah pernyataan itu, maka bersatulah demi terwujudnya kembali generasi literat. Bersatulah agar kita kembali menyaksikan jantung peradaban yaitu perpustakaan menjadi perhatian penting oleh semua pihak. Ayo putuslah tali-tali kecurigaan bahwa pemerintah tidak berbuat apa-apa dan pegiat literasi merasa paling berjuang. Virus kecurigaan itu sungguh amat mematikan kolaborasi yang seharusnya bisa terjalin untuk menerobos dinding ego masing-masing.

Alangkah indahnya lagi apabila anggaran untuk literasi tidak hanya merupakan sisa-sisa pembagian dari pemerintah pusat ke provinsi atau dari provinsi ke daerah-daerah yang lebih kecil. Bukankah akan terjadi sesuatu hal yang besar apabila perpustakaan desa hingga provinsi bisa nyaman dipandang sehingga menarik untuk dikunjungi. Buku-buku juga lengkap dan selalu diperbaharui. Perpustakaan sekolah juga ikut berani ‘unjuk gigi’. Semua perpustakaan ramai oleh program kreatif yang juga berbasis inklusi sosial sehingga literasi menjadi berdampak ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Apabila perpustakaan menarik dan pengelola perpustakaan juga dihargai, pasti hati mereka gembira menggandeng pegiat literasi yang sering kehabisan bensin di tengah jalan karena tidak lelah menebar semangat gemar membaca. Benar, pegiat atau relawan literasi ternyata juga butuh bensin dan minimal secangkir kopi, tidak hanya butuh buku-buku bekas yang mereka terima dari hasil donasi. Sejatinya, semua saling membutuhkan dan bisa saling menguntungkan apabila menjalin kerjasama yang baik.

Sudah saatnya literasi bukan sebatas kata yang keluar dari tenggorokan. Perubahan menuntut aksi nyata dari semua pihak, bukan susunan manis kata-kata yang ditata apik lewat kemahiran beretorika dalam aneka panggung pemberian kata sambutan. Minimal, mari dimulai dari diri sendiri. Tidak saatnya lagi kita menanti perubahan saja dan menunggu pahlawan itu datang atau hidup kembali.

Marilah kita yang ‘menjadi’ pribadi literat dan tularkan inspirasi bagi orang sekitar bahwa dengan buku dunia akan terasa lebih luas. Mari berhenti sibuk bertanya, curiga, apalagi menyalahkan. Kita sama-sama generasi yang dirindukan untuk membawa perubahan pada arah Sumatera Barat maupun Minangkabau yang lebih baik.

Sharing :    
  About

Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat adalah sebuah instansi Pembina Perpustakaan dan Kearsipan di daerah ini.

  Statistik Pengunjung
4 Online
226 Visitor Today
217 Visitor Yesterday
252969 All Visitor
941222 Total Hits
13.58.39.23 Your IP address

  Contact Us
  Alamat :

Jalan Diponegoro No.4 Padang (Sekretariat dan Perpustakaan Provinsi) dan Jalan Pramuka V No. 2 Khatib Sulaiman Padang (Kearsipan)

Tel : (0751) 7051348
Mail : dapprovsumbar@gmail.com
Business Hours : 7:30 - 15:00